AL-ILMU
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tujuh Kewajiban Mukmin 2

Go down

Tujuh Kewajiban Mukmin 2 Empty Tujuh Kewajiban Mukmin 2

Post by Admin Mon Apr 07, 2014 1:44 pm

Makanya Alloh ta’ala berfirman:
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك
“Maka ketahuilah bahwasanya tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh, dan mohonkanlah ampunan untuk dosamu.” (QS. Muhammad: 19).
Ibnul Munir rohimahulloh berkata: “Dimaukan bahwasanya ilmu itu adalah syarat sahnya ucapan dan amalan. Maka keduanya tidak teranggap kecuali dengan ilmu. Maka ilmu itu didahulukan di atas keduanya karena ilmu itulah yang menshohihkan niat yang menyebabkan shohihnya amalan.” (“Fathul Bari”/Ibnu Hajar/1/hal. 108).
Malam semakin larut, insyaAlloh kita lanjutkan di lain kesempatan. Semoga Alloh memberkahi ilmu yang Alloh karuniakan pada kita.
Sabtu, 7 Jumadil Ula 1435 H, 02:09 wib

Bab Dua: Keharusan Mencintai Syariat Alloh

Kewajiban yang kedua di saat datangnya perintah Alloh adalah hendaknya kita mencintai perintah tadi. Perintah itu diturunkan untuk kebaikan kita sendiri, agar terus terjalin hubungan erat antara hamba dan Robbnya Yang Maha Penyayang, agar terus mendapatkan kemaslahatan dan selamat dari tipu daya setan yang mencelakakan. Alloh ta’ala berfirman:
طه ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى إلا تذكرة لمن يخشى تزنيلا ممن خلق الأرض والسموات العلى.
“Thoha. Tidaklah Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau celaka. Akan tetapi dia adalah sebagai peringatan bagi orang yang takut. Al Qur’an diturunkan oleh Dzat Yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS. Thoha 1-4).
Sang Pencipta alam semesta tentu saja maha mengetahui kebutuhan dan kemaslahatan para hamba-Nya. Kalau Alloh mau, bisa saja Dia membebani kita dengan sholat lima puluh kali dalam sehari semalam karena Dia punya hak untuk diibadahi setiap detiknya sebagaimana dia memberi kita beraneka ragam nikmat setiap detik dari kehidupan kita. Tapi Dia Maha penuh belas kasihan pada kita yang lemah ini tapi sering lupa diri dan tinggi hati. Alloh ta’ala berfirman:
ولو شاء الله لأعنتكم إن الله عزيز حكيم.
“Dan kalau Alloh menghendaki niscaya Dia akan menimpakan kesulitan untuk kalian. Sungguh Alloh Maha perkasa lagi Penuh hikmah.” (QS. Al Baqoroh: 220).
Al Imam Ibnu Jarir Ath Thobariy rohimahulloh berkata: “Alloh Yang tinggi penyebutan-Nya menginginkan dengan ayat tadi adalah: bahwasanya Alloh itu Maha Perkasa dalam kekuasaan-Nya, tiada seorangpun yang sanggup menghalangi hukuman Dia timpakan pada kalian andaikata Alloh menyusahkan kalian dengan memberikan kewajiban-kewajiban yang memayahkan kalian dalam menjalankannya lalu kalian kurang dalam melaksanakannya. Dan tiada seorangpun yang sanggup menolak jika Alloh menghendaki yang demikian tadi ataupun yang lain terhadap sesuatu yang Alloh lakukan terhadap kalian atau yang selain kalian andaikata Dia melakukannya.
Akan tetapi Alloh dengan keutamaan rohmat-Nya memberikan karunia pada kalian dengan tidak membebani kalian dengan yang demikian tadi. Dan Dia itu Hakim -Penuh hikmah- dalam syariat yang demikian tadi andaikata berbuat itu pada kalian dan dalam hukum-hukum dan pengaturan-Nya yang lain. Tiada cacat ataupun kekurangan ataupun aib dalam perbuatan-perbuatan Alloh, karena dia adalah perbuatan Dzat Yang memiliki hikmah, yang tahu akibat-akibat dari seluruh perkara…” (“Jami’ul Bayan”/4/hal. 361).
Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Syariat ini bangunannya dan asasnya ada di atas hikmah-hikmah dan kemaslahatan para hamba dalam dunia dan akhirat mereka. Dan syariat itu semuanya adil, semuanya rohmat, semunya maslahat semuanya hikmah. Maka setiap masalah yang keluar dari keadilan kepada kecurangan, dan dari rohmat kepada kebalikannya, dan dari maslahat kepada kerusakan, dan dari hikmah kepada kesia-siaan maka itu bukanlah bagian dari syariat ini.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/3/hal. 5).
Maka bagaimana sampai kita tidak mencintai Alloh? Andaikata iman kita sehat niscaya kita benar-benar cinta pada Alloh, Dzat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya serta syariat-Nya.
Seharusnya kita bangga dengan syariat yang menyebabkan kita semakin baik dan mulia ini. Alloh ta’ala berfirman:
لقد أنزنا إليكم كتابا فيه ذكركم أفلا تعقلون.
“Sungguh Kami telah turunkan suatu kitab yang di dalamnya ada kemuliaan untuk kalian. Maka mengapa kalian tidak memikirkannya.” (QS. Al Anbiya: 10).
Al Imam Al Baghowiy rohimahulloh berkata: “Yaitu: di dalamnya ada kemuliaan untuk kalian. Sebagaimana firman Alloh:
وإنه لذكر لك ولقومك
“Dan sungguh Qur’an itu adalah kemuliaan untukmu dan untuk kaummu.” (QS. Az Zukhruf: 44).
Dan Qur’an adalah kemuliaan bagi orang yang beriman kepadanya.”
(“Ma’alimut Tanzil”/5/hal. 311).
Maka orang yang tidak cinta pada syariat Alloh maka dia itu rusak keimanannya sebagaimana telah saya jelaskan dengan taufiq Alloh semata dalam risalah “Syaroh Nawaqidhil Islam” dengan dalil-dalilnya dan tafsir para ulama tentangnya.
Demikian pula orang yang mengerjakan suatu perintah Alloh tapi hati membenci perintah tadi, maka amalannya tadi tertolak. Alloh ta’ala berfirman:
وما منعهم أن تقبل منهم نفقاتهم إلا أنهم كفروا بالله وبرسوله ولا يأتون الصلاة إلا وهم كسالى ولا ينفقوم إلا وهم كارهون.
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka agar nafkah-nafkah mereka itu diterima kecuali karena mereka kufur pada Alloh dan pada Rosul-Nya, dan mereka tidak mendatangi sholat kecuali dalam keadaan mereka malas, dan tidaklah mereka berinfaq kecuali dalam kondisi mereka itu benci.” (QS. At Taubah: 54).
Dan kebencian tadi bisa menyebabkan orang itu kekal di neraka sebagai mana Alloh jelaskan sebab kekalnya orang-orang kafir di neraka:
إِنَّ الْمُجْرِمِينَ فِي عَذَابِ جَهَنَّمَ خَالِدُونَ –إلى قوله:- لقد جئناكم بالحق ولكن أكثركم للحق كارهون.
“Sesungguhnya orang-orang yang jahat itu kekal di dalam siksaan Jahannam –sampai firman Alloh:- Sungguh Kami telah mendatangkan kebenaran pada kalian akan tetapi kebanyakan dari kalian membenci kebenaran tadi.” (QS. Az Zukhruf: 74 - 78).
Al Imam Asy Syaukaniy rohimahulloh berkata: “Dan yang dimaksudkan dengan kebenaran adalah seluruh perkara yang Alloh perintahkan melalui lisan para Rosul dan Alloh turunkan di dalam kitab-kitab-Nya.” (“Fathul Qodir”/6/hal. 417).
Matahari mulai meninggi. Saya cukupkan sampai di sini, insya Alloh dilanjutkan di lain kesempatan. Semoga Alloh menambahkan hidayah-Nya pada kita semua.
Sabtu, 7 Jumadil Ula 1435 H, 11:41 wib


Bab Tiga: Kewajiban Untuk Bertekad Menjalankan Perintah Alloh

Kewajiban yang ketiga ketika perintah Alloh datang adalah: ‘azm (tekad) untuk mengerjakannya.
Ar Roghib Al Ashfahaniy rohimahulloh berkata: “Yang namanya ‘ azm dan ‘azimah adalah kebulatan hati untuk menjalankan suatu perkara.” (“Mufrodat Alfazhil Qur’an”/hal. 334).
Yang namanya ‘azm tadi adalah suatu keinginan kuat dari hati sebelum terjadi perbuatan. Makanya Syaikhul Islam rohimahulloh berkata: “Sang hamba dalam masalah perkara yang diperintah itu punya dua kondisi: kondisi sebelum mengerjakan perbuatan tadi, dan itulah ‘azm (tekad) untuk melaksanakannya , dan mohon pertolongan pada Alloh untuk menjalankannya. Dan kondisi setelah terjadinya perbuatan tadi, yaitu hendaknya dia mohon ampun atas kekurangan yang terjadi, dan bersyukur pada Alloh atas kebaikan yang dikaruniakan-Nya padanya.” (“Majmu’ul Fatawa”/8/hal. 76).
Kemudian hendaknya kita tahu bahwasanya ‘azm untuk menjalankan perintah Alloh tadi amat penting dalam syariat, karena dia adalah bagian dari tingkatan pengagungan pada perintah Alloh, sementara pengagungan perintah menunjukkan adanya pengagungan pada Yang memerintahkan, dan ini adalah wajib.
Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Sesungguhnya kaki Islam itu tidak kokoh kecuali di atas derajat taslim (penyerahan diri), dan yang demikian itu mengharuskan kita mengagungkan Robb ta’ala, perintah-Nya, dan larangan-Nya. Maka iman itu tidak sempurna kecuali dengan pengagungan pada Alloh. Dan tidak sempurna pengagungan pada-Nya kecuali dengan pengagungan pada perintah dan larangan-Nya. Maka sesuai dengan kadar pengagungan hamba pada Alloh subhanah itulah dia mengagungkan perintah dan larangan-Nya. Pengagungan pada perintah itu menunjukkan pengagungan pada Dzat Yang memerintahkan. Dan tingkatan pertama dalam pengagungan perintah adalah: membenarkannya. Kemudian tekad yang pasti untuk melaksanakannya. Kemudian bersegera untuk menjalankannya sekalipun banyak faktor penghalang dan rintangan. Kemudian mencurahkan kerja keras dan kesetiaan di dalam menjalankannya dalam bentuk yang paling sempurna.
Kemudian dia mengerjakannya dikarenakan hal itu memang Alloh perintahkan, bukan karena orang tadi bergantung pada pengetahuan akan hikmah-Nya, yang mana jika dia tahu hikmah dari perintah tadi dia mengerjakannya, tapi jika dia tidak tahu maka dia menelantarkannya. Ini berarti dia tidak mengagungkan-Nya di dalam hatinya. Justru dia itu harus pasrah pada perintah Alloh dan hikmah-Nya dalam keadaan dia mengerjakannya, sama saja apakah hikmah-Nya tadi nampak ataukah tidak nampak.
Jika syariat mendatangkan penyebutan hikmah dari perintah tadi atau hikmah tadi bisa dipahami oleh akal maka hal itu menjadi tambahan bashiroh (ilmu dan keyakinan) dan semakin menyerunya untuk menjalankannya.
Jika hikmah tadi tidak nampak maka hal itu tidak melemahkannya dari ketaatan, dan tidak mencoreng pelaksanaannya.
Orang yang mengagungkan perintah Alloh itu menjalankan perintah dan larangan sesuai dengan datangnya syariat tadi, dan bukannya membikin-bikin alasan yang melemahkan syariat tadi dan mencoreng keindahan wajah perintah dan larangan tadi, lebih-lebih untuk menentangnya dengan alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya penyelisihan terhadap perintah dan larangan tadi.
Upaya penentangan tadi adalah sifat para pewaris iblis, sementara kepasrahan, ketaatan dan penerimaan syariat adalah sifat para pewaris Nabi.”
(Selesai dari “Ash Showa’iqul Mursalah”/2/hal. 371-372).
Kita lanjutkan pembahasan ‘azm (tekad) untuk melaksanakan perintah Alloh. Kita harus membulatkan tekad dalam menegakkan agama ini dan bersabar memikulnya di jalan ini sampai berjumpa dengan Alloh dengan penuh kemenangan dan kemuliaan. Tapi bagaimana cara agar tekad itu menjadi bulat dan kuat? Kembali pada kekuatan cinta dan kedalaman ilmu terhadap Alloh dan syariat-Nya. Dan dua perkara tadi telah kita bahas sebelumnya.
Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Maka tekad untuk berjalan itu menjadi kuat dengan kekuatan istibshor (mengarahkan pandangan mata hati untuk mencari petunjuk) karena hal itu menajamkan pandangan untuk merenungkan perkara yang bisa menggerakkan perkara yang dituntut, karena tuntutan itu adalah cabang dari perasaan. Setiap kali perasaan pada perkara yang dicintai tadi menguat, perjalanan hati kepadanyapun semakin menguat. Dan setiap kali dia menyibukkan pikiran dengan perkara tadi, bertambahlah perasaannya dengan perkara tadi, dan bertambahlah ilmu dia tentang itu, serta bertambah juga ingatannya tentang perkara tadi.” (“Madarijus Salikin”/1/hal. 444).
Apa kesimpulan dari bab ini?
Kesimpulannya adalah kita wajib punya tekad untuk melaksanakan perintah Alloh.
Apa dalilnya?
Di antara dalilnya adalah perintah-perintah Alloh untuk mengambil syariat dengan kuat.
Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh: “Dan sungguh Alloh subhanahu wata’ala telah memerintahkan untuk menerima perintah-perintah-Nya dengan ‘azm (kokohnya keinginan) dan jidd (kuatnya amalan), maka Alloh ta’ala berfirman:
خذوا ما آتيناكم يقوة.
“Ambillah apa yang Kami berikan pada kalian dengan kuat.” (QS. Al Baqoroh: 63).
Dan Alloh berfirman:
وكتبنا له في الألواح من كل شيء موعظة وتفصيلا لكل شيء فخذها بقوة.
“Dan Kami telah menulis untuknya di dalam papan-papan kayu itu dari segala sesuatu sebagai petuah dan perincian untuk segala sesuatu, maka ambillah dia dengan kuat.” (QS. Al A’rof: 145).
Alloh juga berfirman:
يا يحيى خذ الكتاب بقوة.
“Ya Yahya, ambillah Al Kitab dengan kuat.” (QS. Maryam: 12).
Yaitu: dengan kesungguhan, pencurahan kemampuan dan tekad, bukan seperti orang yang mengambil apa yang diperintahkan tapi dengan ragu-ragu dan kemalasan.”
(Selesai dari “Madarijus Salikin”/1/hal. 470).
Sampai di sini dulu, matahari telah terbenam di balik gunung-gunung Shon’a.
(Senin, 09 Jumadil Ula 1435 H, 22:26 wib)

Bab Empat: Mengamalkan Perintah Alloh

Kewajiban yang keempat di saat datangnya perintah Alloh adalah: menjalankan perintah tersebut. Dan memang inilah inti yang diinginkan dari datangnya perintah Alloh. bukan sekedar untuk diketahui lalu tidak dikerjakan.
Alloh سبحانه وتعالى berfirman:
{فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى * وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا * قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى} [طه: 123 - 126]
“Maka apabila datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit, dan Kami akan menggiringnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: “Wahai Robbku, kenapa Engkau menggiringku dalam keadaan buta padahal dulu saya bisa melihat?” Alloh menjawab: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tapi engkau meninggalkannya. Maka demikian pula pada hari ini engkau pun dilupakan.”
Dalil-dalil tentang wajibnya mengamalkan ilmu terlalu banyak untuk disebutkan.
Dan jangan sampai kita menjadi seperti Bani Isroil yang fasiq, yang tidak mau menjalankan perintah-perintah Alloh, bahkan mereka mendurhakai-Nya sehingga merekapun terkena berbagai hukuman.
Alloh ta’ala berfirman:
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ } [البقرة: 93]
“Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang teguh dari kalian dan Kami angkat ke atas kalian gunung: “Ambillah dengan kuat apa (syariat) yang Kami berikan pada kalian, dan dengarkanlah.” Mereka menjawab: “Kami mendengar dan kami mendurhakai.” Dan diserapkan ke dalam hati mereka kecintaan pada anak sapi disebabkan oleh kekufuran mereka. Katakanlah pada mereka: “Alangkah buruknya apa yang diperintahkan oleh keimanan kalian jika kalian memang orang-orang yang beriman”
Abul Hasan Ali Al Khozin رحمه الله berkata dalam tafsir ayat ini: ““Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang teguh dari kalian dan Kami angkat ke atas kalian gunung: “Ambillah dengan kuat apa (syariat) yang Kami berikan pada kalian, dan dengarkanlah.”” Yaitu: penuhilah dan taatilah apa yang diperintahkan kepada kalian. “Mereka menjawab: “Kami mendengar” yaitu: “Kami mendengar firman-Mu. “Dan kami mendurhakai.” Yaitu: “Kami mendurhakai perintah-Mu.” (“Tafsirul Khozin”/1/hal. 68).
Kaum Yahudi itu tahu bahwasanya Alloh menghendaki dari mereka untuk mendengar dengan pendengaran yang mengandung ketaatan, akan tetapi mereka memilih untuk sekedar mendengar lalu mendurhakai.
Pendengaran itu ada tiga macam:
pendengaran telinga semata
pendengaran telinga yang mengandung pemahaman hati
pendengaran telinga yang mengandung pemahaman hati dan dilanjutkan dengan ketaatan dan ketundukan.
Yang terakhir inilah yang dituntut oleh Alloh dari para hamba-Nya, bukannya agar mereka hidup bagaikan binatang ternak yang mendengar tapi tidak paham, atau paham dan berilmu tapi tidak mau mengamalkannya.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Pendengaran itu ada tiga macam: pendengaran yang bermakna menangkap suara dengan indra telinga, pendengaran yang bermakna pemahaman, dan pendengaran yang mengandung penerimaan dan pelaksanaan tuntutan.” (“Madarijus Salikin”/1/hal. 483).
Jika demikian, maka pada hakikatnya manusia itu terbagi menjadi empat golongan:
Yang pertama: orang yang sama sekali tidak mau mendengarkan perintah Alloh.
Yang kedua: orang yang mau mendengarkan tapi tidak memahaminya.
Yang ketiga: orang yang mendengar dan paham tapi malas menjalankan perintah tadi.
Yang keempat: orang yang mendengar dan paham, lalu menjalankan perintah tadi. Yang terakhir inilah mukmin sejati.
Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Pokok pendengaran yang diperintahkan oleh Alloh adalah: mendengarkan apa yang dibawa oleh Rosul صلى الله عليه وسلم , pendengaran yang mengandung pemahaman dan penerimaan. Oleh karena itulah maka manusia dalam masalah tersebut terbagi menjadi empat golongan: golongan yang berpaling dan tidak mau mendengarkan wahyu yang beliau bawa, golongan yang mendengarkan suara tapi tidak paham maknanya, golongan yang memahaminya tapi tidak mau menerimanya, dan yang keempat adalah golongan yang mendengarnya dengan pendengaran yang mengandung pemahaman dan penerimaan.” (“Majmu’ul Fatawa”/8/hal. 16).
Orang yang mendengarkan ilmu lalu memahaminya dan dihasilkan dalam dirinya kecintaan dan takut pada Alloh, tahu hakikat dunia sehingga tidak tertipu dengannya, dan yakin akan akhirat sehingga merindukannya, dan ilmu tadi membuahkan ketaatan anggota badan, maka orang inilah orang alim faqih yang sebenarnya.
Al Imam Al Hasan Al Bashriy رحمه الله berkata: “Hanyalah orang faqih itu adalah orang yang zuhud terhadap dunia, cinta dan berhasrat kuat terhadap akhirat, punya ilmu yang mendalam dan keyakinan kokoh dalam urusan agamanya, senantiasa rutin beribadah pada Alloh عز وجل .” (“Akhlaqul Ulama”/Al Ajurriy/no. 47/dishohihkan oleh Syaikhuna Yahya Al Hajuriy/cet. Darul

Admin
Admin

Posts : 162
Join date : 2014-04-07

https://alilmu.forumotion.com

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum