AL-ILMU
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tujuh Kewajiban Mukmin 4

Go down

Tujuh Kewajiban Mukmin 4 Empty Tujuh Kewajiban Mukmin 4

Post by Admin Mon Apr 07, 2014 1:51 pm

Dan termasuk dari bab ini adalah ucapan Aisyah رضي الله تعالى عنها وعن أبيها untuk Zaid bin Arqom رضي الله عنه ketika Zaid berjualan dengan metode ‘inah (sejenis riba): “Sesungguhnya dia telah membatalkan jihadnya bersama Rosululloh صلى الله عليه وسلم kecuali jika dia bertobat.” ([1])
Dan jual beli dengan cara ‘inah itu bukanlah merupakan bentuk keluarnya orang dari Islam. Puncak hukumnya hanyalah maksiat. Tapi mengetahui perkara yang bisa merusak amalan ketika terjadinya amalan tadi, dan mengetahui perkara yang bisa membatalkan dan menggugurkannya setelah amalan tadi terlaksana itu termasuk perkara yang paling penting yang harus diperiksa oleh sang hamba, dan dia harus bersemangat menjalankan ini dan menghindari perkara tadi.”
(selesai dari "Al Wabilush Shoyyib"/hal. 19-21/cet. Dar Alamil Fawaid).
Andaikata atsar tadi shohih, maka maknanya adalah bahwasanya dosanya itu amat besar dan setimbang dengan pahala jihad sehingga di hari Kiamat menyebabkan pelakunya tak bisa menikmati pahala jihad, seakan-akan pahala jihad tadi gugur.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Andaikata bukan karena Ummul Mukminin punya ilmu yang dirinya tidak merasa ragu tentangnya bahwasanya ini adalah diharomkan, tidak akan beliau membolehkan diri untuk berkata semacam tadi dengan ijtihad, terutama lagi apabila beliau bermaksud bahwasanya amalan itu gugur dengan sebab kemurtadan, dan bahwasanya menganggap riba itu halal adalah kufur, maka perkara ini tadi adalah termasuk dari perkara itu. Akan tetapi Zaid mendapatkan udzur karena beliau tidak tahu bahwasanya ini adalah diharomkan. Karena itulah maka Ummul Mukminin berkata pada sang penanya: “Sampaikan padanya bahwasanya …” Dan bisa jadi Ummul Mukminin memaksudkan bahwasanya riba tadi adalah termasuk dosa besar yang dosa itu menandingi pahala jihad sehingga bagaikan orang yang mengamalkan kebaikan dan kejelekan yang setara, sehingga seakan-akan dirinya tidak beramal sama sekali.” (“Tahdzib Sunan Abi Dawud”/2/hal. 149/karya Ibnul Qoyyim).
Dan masuk dalam bab gugurnya pahala besar karena ditandingi oleh dosa besar adalah hadits Tsauban رضي الله عنه yang berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «لا ألفين أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة فيجعلها الله هباء منثورا». قالوا: يا رسول الله صفهم لنا لكي لا نكون منهم ونحن لا نعلم. قال: «أما إنهم من إخوانكم ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها».
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jangan sampai aku mendapat ada orang-orang dari umatku yang datang pada hari Kiamat dengan kebaikan semisal gunung-gunung Tihamah yang putih, lalu Alloh menjadikannya debu halus yang beterbangan.” Mereka berkata: “Wahai Rosululloh, gambarkanlah mereka untuk kami agar kami tidak termasuk dari mereka dalam keadaan kami tidak mengetahui.” Beliau menjawab: “Sungguh mereka itu adalah termasuk dari saudara-saudara kalian, akan tetapi mereka dalah kaum-kaum yang jika menyendiri dengan larangan-larangan Alloh mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah (4245) dan Ath Thobroniy dalam “Al Mu’jamul Ausath”/ no. (4632)/shohih).
Maka seorang mukmin itu takut amalannya gugur yang menyebabkan dia bangkrut di hari Kiamat, sehingga dirinya amat berhati-hati menjaganya. Mukmin juga takut Alloh ta’ala tidak ridho dengan amalannya karena kekurangan-kekurangan yang ada dalam pelaksanaan ibadah tadi.
Alloh ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ * أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ * وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ } [المؤمنون: 60 - 62]
“Dan mereka adalah orang-orang yang berinfaq dalam keadaan hati mereka takut bahwasanya mereka akan kembali kepada Robb mereka. Mereka itulah yang berlomba-lomba dalam kebaikan dan mereka itu lebih dulu mengerjakan kebaikan. Kami tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan di sisi Kami ada kitab yang berbicara dengan bernar, dan mereka tidak dirugikan.”
Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله menafsirkan ayat tadi dengan berkata: “Yaitu: mereka memberikan infaq dalam keadaan mereka takut untuk Alloh tidak menerima dari mereka karena bisa jadi mereka kurang memenuhi syarat-syarat infaq. Dan ini masuk dalam bab kekhawatiran dan kehati-hatian.” (“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/5/hal. 480).
Adapun hadits ‘Aisyah رضي الله عنها:
سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم عن هذه الآية ﴿والذين يؤتون ما آتوا وقلوبهم وجلة﴾ قالت عائشة: هم الذين يشربون الخمر ويسرقون؟ قال: «لا يا بنت الصديق ولكنهم الذين يصومون ويصلون ويتصدقون وهم يخافون أن لا يقبل منهم أولئك الذين يسارعون في الخيرات».
“Aku menanyai Rosululloh صلى الله عليه وسلم tentang ayat ini: “Dan mereka adalah orang-orang yang berinfaq dalam keadaan hati mereka takut bahwasanya mereka akan kembali kepada Robb mereka.” Kukatakan: “Apakah mereka itu orang-orang yang meminum khomr dan mencuri?” Beliau menjawab: “Tidak, wahai putri Ash Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, sholat dan bershodaqoh dalam keadaan mereka takut untuk tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan.” (HR. At Tirmidziy (3175) dan Ibnu Majah (4198)).
Sanadnya shohih sampai ke Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. Akan tetapi dia tidak berjumpa dengan Aisyah, sehingga sanad hadits ini putus. Abu Hatim Ar Roziy berkata: “Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb tidak bertemu dengan ’Aisyah رضي الله عنها.” (“Jami’ut Tahshil”/ Al Hafizh Al ‘Alaiy/no. 429).
Jika dikatakan: “Sebagian ulama رحمه الله menshohihkannya karena ada jalur lain, diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam “Al Mu’jamul Ausath” (3965) dari jalur Al Hakam bin Basyir bin Sulaiman dari Amr bin Qois Al Mulaiy dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari Abu Hazin dari Abu Huroiroh dari ’Aisyah.”
Kita jawab dengan taufiq Alloh semata: Amr bin Qois Al Mulaiy memang tsiqoh, dan yang meriwayatkan darinya adalah Al Hakam bin Basyir bin Sulaiman –atau bin Salman-, dia itu Abu Muhammad An Nahdiy, Shoduq, dan dia menyendiri dalam periwayatannya tentang hadits ini dari Amr bin Qois Al Mulaiy.
Makanya Al Imam Ath Thobroniy berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Amr bin Qois selain Al hakam bin Basyir.”
Maka riwayat dia termasuk dalam kategori syadzdz (menyendiri atau menyelisihi riwayat rowi yang lebih kuat).
Kemudian, para Imam besar meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها.
Sufyan bin ‘Uyainah meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. At Tirmidziy (3175))
Waki’ meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. Ahmad (25705))
Yahya bin Adam meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. Ahmad (25263))
Al Humaidiy meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. Al Humaidiy (275))
Abdulloh bin Numair meriwayatkannya dari Malik bin Mighwal dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. Ibnu Rohawaih (1643))
Muhammad bin Sabiq dari Malik bin Mighwal, dari Abdurrohman bin Sa’id bin Wahb dari ’Aisyah رضي الله عنها. (HR. Al Baihaqiy dalam “Syu’abul Iman” (762))
Maka yang benar adalah riwayat yang ini. Dan Malik bin Mighwal itu tsiqoh imam masyhur.
Makanya Ad Daruquthniy berkata tentang hadits ini: “Yang lain meriwayatkan dari Abdurrohman secara mursal (terputus) dari Aisyah, dan inilah yang mahfuzh (terjaga).” (“Ilal Ad Daruquthniy”/11/hal. 193).
Kesimpulannya, hadits tadi lemah karena sanadnya terputus. Adapun riwayat yang menggambarkan tersambungnya sanad, maka itu tidak benar. Alloh ta’ala a’lam.

Bab Ketujuh: Kekokohan Dalam Menjalankan Perintah

Kewajiban yang ketujuh menurut Al Imam Muhammad bin Abdil Wahhab رحمه الله adalah: kekokohan dalam menjalankan perintah tadi.
Makanya beliau berkata dalam menjelaskan makna yang diinginkan: “Tingkatan yang ketujuh adalah kekokohan di atas kebenaran dan rasa takut kepada akhir hidup yang buruk. Dan ini juga termasuk perkara terbesar yang ditakutkan oleh orang-orang sholih.” (“Dalailut Tauhid”/hal. 27).
Tidak diragukan bahwasanya setan berusaha menghalangi manusia dari beramal sholih. Alloh ta’ala berfirman menukilkan ucapan iblis:
{ قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ * ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ } [الأعراف: 16، 17]
“Iblis berkata: maka dikarenakan Engkau telah menyesatkan saya, pastilah saya akan duduk menghalangi mereka di atas jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari arah depan mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka dan dari kiri mereka, dan engkau tidak mendapati kebanyakan mereka itu bersyukur.”
Al Imam Ibnu Jarir رحمه الله berkata: “Si busuk itu tidak henti-hentinya berusaha menghalangi para hamba Alloh dari setiap perkara yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh.” (“Jami’ul Bayan”/12/hal. 336).
Pembahasan tentang upaya setan tadi telah terkenal. Adapun yang penting sekarang adalah kewajiban untuk kokoh di atas kebenaran dan tidak memenuhi bujukan setan untuk goyah. Alloh ta’ala berfirman:
{إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا * فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا } [الإنسان: 23، 24]
“Sungguh Kami benar-benar menurunkan Al Qur’an kepadamu, maka bersabarlah kepada hukum Robbmu, dan janganlah engkau menaati orang yang pendosa atau sangat kafir dari mereka.”
Al Imam Ibnu Jarir رحمه الله berkata: “Firman Alloh: “Sungguh Kami benar-benar menurunkan Al Qur’an kepadamu” Alloh Yang tinggi penyebutan-Nya berfirman pada Nabi-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم : “Sungguh Kami benar-benar menurunkan kepadamu wahai Muhammad Qur’an ini sebagai ujian dan cobaan dari Kami. “maka bersabarlah kepada hukum Robbmu” Alloh berfirman: “Bersabarlah kepada ujian yang diberikan Robbmu kepadamu, yang berupa kewajiban-kewajiban-Nya, penyampaian risalah-Nya, dan menjalankan apa yang Alloh mengharuskan dirimu untuk menjalankannya di dalam Al Qur’an yang diwahyukan-Nya kepadamu, “dan janganlah engkau menaati orang yang pendosa atau sangat kafir dari mereka” Alloh berfirman: “Dan janganlah untuk berbuat durhaka engkau menaati pendosa dari kaummu yang musyrik itu, yang dia ingin melakukan kedurhakaan-kedurhakaan, atau menaati orang yang sangat kafir, yaitu orang yang menentang nikmat yang Alloh berikan pada dirinya dan karunia Alloh yang ada pada dirinya, karena orang itu kafir kepada Alloh dan menyembah yang lain.” (“Jami’ul Bayan”/24/hal. 115).
Maka kesabaran itu wajib, dan amat dibutuhkan dalam menjalankan perintah-perintah Alloh, karena bujukan para pengekor syahwat itu banyak, dalam rangka menggelincirkan hamba Alloh dari jalan yang lurus.
Alloh ta’ala berfirman:
{وَالله يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا } [النساء: 27]
“Alloh ingin memberikan taufiq pada kalian untuk bertobat, sementara orang-orang yang mengikuti syahwat-syahwat itu ingin agar kalian condong kepada syahwat-syahwat tadi dengan kecondongan yang besar.”
Barangsiapa lebih mengikuti syahwatnya, maka dirinya akan keluar dari jalan yang lurus, terjerumus kepada kesesatan dan terancam masuk neraka. Alloh ta’ala berfirman:
﴿فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا﴾ [مريم/59]
“Maka datanglah sepeninggal mereka para pengganti yang menyia-nyiakan sholat dan mengikuti syahwat-syahwat, maka mereka akan berjumpa dengan kesesatan dan siksaan keras yang berlipat”
Wahai para hamba Alloh, sabarkanlah diri kalian di atas agama yang lurus ini, dan kokohkanlah kaki kalian di atas jalan yang benar ini, karena balasan itu sesuai dengan amalan. Alloh ta’ala telah berfirman:
]وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا * ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا[ [مريم/71، 72]
“Dan tiada seorangpun dari kalian kecuali akan melewati Jahannam itu. Itu merupakan kewajiban atas Robbmu yang pasti akan ditunaikan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan Kami akan biarkan orang-orang zholim di dalamnya dalam keadaan berlutut.”
Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه :
عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «وترسل الأمانة والرحم فتقومان جنبتي الصراط يميناً وشمالاً، فيمر أولكم كالبرق» قال: قلت: بأبي أنت وأمي أيّ شيء كمرّ البرق؟ قال: «ألم تروا إلى البرق كيف يمرّ ويرجع في طرفة عين؟ ثم كمرّ الريح ثم كمرّ الطير وشدّ الرجال، تجري بهم أعمالهم، ونبيكم قائم على الصراط يقول: رب سلم سلم، حتى تعجز أعمال العباد حتى يجيء الرجل فلا يستطيع السير إلا زحفاً» قال: «وفي حافتي الصراط كلاليب معلقة مأمورة بأخذ من أمرت به، فمخدوش ناج، ومكدوس في النار»، والذي نفس أبي هريرة بيده إن قعر جهنم لسبعون خريفا.
Dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda: “Akan diutuslah amanah dan rohim, lalu keduanya akan berdiri di kedua sisi Shiroth sebelah kanan dan kiri. Maka yang pertama dari kalian akan melintas seperti kilat.” Maka kukatakan: “Ayah dan ibuku sebagai jaminan Anda. Apa itu sesuatu yang seperti lintasan kilat?” beliau menjawab: “Tidakkah kalian melihat kilat bagaimana lewat dan kembali seperti kedipan mata? Lalu seperti lintasan angin, lalu seperti lintasan pria-pria yang kuat. Amalan merekalah yang memperjalankan mereka. Dan Nabi kalian berdiri di atas Shiroth dengan berkata: “Robbi selamatkanlah selamatkanlah.” Hingga melemahlah amalan para hamba, hingga datang orang yang tak sanggup berjalan kecuali merangkak.” Beliau bersabda: “Dan di kedua tepi Shorith ada cakar-cakar yang tergantung dan diperintahkan untuk mengambil orang yang diperintahkan untuk diambil. Maka ada orang yang tercakar tapi selamat, ada yang terdorong dan jatuh ke dalam neraka.” Dan demi Dzat yang jiwa Abu Huroiroh di tangan-Nya, sesungguhnya jurang Jahannam benar-benar sedalam tujuh puluh tahun.” (HR. Muslim (195)).
Perhatikanlah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: “Amalan merekalah yang memperjalankan mereka.”
Maka tidak ada yang selamat dari kekerasan ini kecuali orang yang kokoh di atas kebenaran dalam memerangi syubuhat dan syahawat. Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk di dunia ini ke shiroth Alloh yang lurus yang dengannya Alloh mengutus para Rosul-Nya, dan menurunkan dengannya kitab-kitab-Nya, maka dia akan mendapatkan petunjuk di sana (akhirat) ke shiroth yang lurus yang menyampaikannya ke jannah Alloh dan negeri pahala-Nya. Dan sesuai kadar kokohnya kaki sang hamba di atas shiroth yang Alloh pancangkan untuk para hamba-Nya di dunia inilah kekokohan kakinya di atas shiroth yang dipancangkan di atas punggung jahannam. Dan sesuai dengan kadar perjalanannya di atas shiroth di sinilah perjalanannya di atas shiroth di sana. Maka di antara mereka ada yang melintas seperti kilat, dan di antara mereka ada yang melintas seperti kedipan mata. Di antara mereka ada yang melintas seperti angin, di antara mereka ada yang melintas seperti tunggangan yang cepat, di antara mereka ada yang melintas dengan berlari, di antara mereka ada yang melintas dengan berlari, ada yang merangkak. Ada yang tercakar tapi diselamatkan, ada yang terjatuh ke dalam neraka. Maka hendaknya sang hamba memperhatikan perjalanannya di shiroth tersebut berdasarkan perjalanannya di atas shiroth di sini, sama persis bagaikan bulu panah yang kiri dengan yang kanan
]جزاء وفاقا[
“Sebagai balasan yang sesuai.”
]هل تجزون إلا ما كنتم تعملون[
“Tidaklah kalian dibalasi kecuali sesuai dengan apa yang kalian kerjakan.”
Dan hendaknya dia memperhatikan syubuhat dan syahawat yang menggelincirkannya dari perjalanannya di atas shiroth ini, karena dia itu adalah cakar-cakar besi yang ada di kedua tepi shiroth tadi, menyambarnya dan menggelincirkannya dari perlintasannya. Jika syubuhat dan syahawat tadi banyak dan kuat di sini, demikian pula di sana nantinya.
]وما ربك بظلام للعبيد[.
“Dan tidaklah Robbmu menzholimi hamba-Nya."
("Madarijus Salikin" 1/hal. 10/cet. Darul Hadits).
Kemudian pengembaraan di atas jalan dunia ini butuh kepada keyakinan yang mantap akan benarnya janji Alloh, agar tidak tertipu oleh syubuhat para pengekor hawa nafsu. Alloh ta’ala berfirman:
{ ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ * إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالله وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ * هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ } [الجاثية: 18 - 20]
“Kemudian Kami jadikan engkau ada di atas syariat dari agama ini, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu. Sesungguhnya mereka tidak akan bisa menolongmu dari Alloh sedikitpun, dan sesungguhnya orang-orang yang zholim itu sebagiannya adalah penolong bagi sebagian yang lain. Dan Alloh itu adalah Penolong bagi orang-orang yang bertaqwa. Ini adalah bashoir bagi manusia, petunjuk dan rohmat bagi kaum yang yaqin.”
Bashoir sebagaimana kata Al Imam Al Qurthubiy رحمه الله berkata: “Yaitu: yang Aku turunkan kepadamu ini adalah bukti-bukti, petunjuk-petunjuk dan rambu-rambu untuk manusia dalam buatasan dan hukum-hukum.” (“Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an”/16/hal. 165).
Berarti senjata setan untuk menggoyahkan keteguhan hamba Alloh di atas jalan yang lurus itu intinya ada dua: syahawat (kesenangan-kesenangan jiwa) dan syubuhat (kerancuan dan kekaburan).
Maka senjata para hamba untuk menandinginya berporos pada dua macam juga, yaitu kesabaran dalam mengekang nafsu sampai datangnya janji Alloh. Ini amat kuat dalam menepis syahawat. Yang kedua adalah keyakinan akan benarnya jalan yang telah ditempuh. Ini amat ampuh dalam meruntuhkan syubuhat.
Dan barangsiapa mantap dalam bersenjatakan kesabaran dan keyakinan, dialah orang yang mendapatkan taufiq untuk menjadi imam bagi kaum mukminin.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Memerangi setan itu ada dua tingkatan. Yang pertama: memeranginya untuk menolak syubuhat dan keraguan yang merusak keimanan yang dilemparkannya pada hamba. Yang kedua: memerangi setan dengan menolak keinginan-keinginan yang rusak dan syahwat-syahwat yang dilemparkannya pada hamba. Jihad yang pertama, setelahnya adalah keyakinan. Untuk jihad yang kedua, setelahnya adalah kesabaran. Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ﴾ [السجدة/24].
“Dan Kami jadikan dari mereka para imam yang membimbing dengan perintah Kami ketika mereka bersabar dan mereka senantiasa yakin dengan ayat-ayat Kami.”
Alloh ta’ala mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanyalah didapatkan dengan kesabaran dan keyakinan. Kesabaran menolak syahwat-syahwat dan keinginan yang rusak. Keyakinan menolak keraguan-keraguan dan kesamaran-kesamaran.”
(bacalah secara lengkap di “Zadul Ma’ad”/hal. 370-371/cet. Dar Ibni Hazm).
Bagaimana menumbuhkan kesabaran dalam menempuh ujian-ujian ini? Ada beberapa cara, di antaranya adalah:
Yang pertama: meneladani kesabaran para Nabi, terutama Ulul ‘Azmi dari kalangan para Rosul صلى الله عليه وسلم. Sungguh pada perjuangan mereka itu ada pelajaran yang amat agung bagi orang yang mau merenungi sejarah mereka.
Alloh ta’ala setelah menyebutkan kisah Nabi Nuh berfirman:
{ تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ } [هود: 49]
“Itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu. Engkau dan kaummu dulu tidak mengetahuinya sebelum ini. Maka bersabarlah, karena sesungguhnya kesudahan yang baik adalah untuk orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Hud: 49).
Alloh ta’ala berfirman:
{ فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ } [الأحقاف: 35]
“Maka bersabarlah sebagaimana bersabarnya Ulul ‘Azm dari kalangan para Rosul, dan janganlah engkau minta disegerakan hukuman untuk mereka (kaummu yang ingkar). Seakan-akan mereka pada hari mereka melihat adzab yang dijanjikan itu tidaklah mereka tinggal di dunia kecuali sesaat dari waktu siang saja. Ini adalah pelajaran yang cukup. Maka tidaklah dibinasakan kecuali kaum yang fasiq.”
Alloh ta’ala berfirman:
{ وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ} [هود: 120]
“Dan masing-masingnya telah Kami kisahkan kepadamu berita-berita para Rosul yang dengannya Kami kokohkan hatimu. Dan telah datang kepadamu kebenaran di dalam berita-berita ini, dan juga petuah dan peringatan bagi kaum Mukminin.”
Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Maka di dalam kisah-kisah perkara-perkara ini ada pelajaran bagi orang-orang yang beriman pada para Nabi, karena mereka (para Nabi) pasti diuji dengan perkara yang lebih besar dari pada ini, dan mereka tidak berputus asa jika diuji dengan itu. Dan mereka tahu bahwasanya orang yang lebih baik dari mereka telah diuji dengan itu, dan ternyata kesudahannya adalah bagus, maka orang yang ragu hendaknya menjadi yakin, orang yang berdosa menjadi mau bertobat, dan menguatlah keimanan kaum mukminin dengan kisah-kisah tadi. Maka dengan itu menjadi benarlah peneladanan mereka dengan para Nabi, sebagaimana dalam firman Alloh:
﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الله وَالْيَوْمَ الْآخِرَ﴾ [الأحزاب: 21].
"Sungguh telah ada untuk kalian pada diri Rosululloh suri teladan yang bagus bagi orang yang mengharapkan Alloh dan Hari Akhir."
Dan di dalam Al Qur’an ada banyak kisah para Rosul yang di dalamnya ada hiburan dan pengokohan, agar mereka dijadikan sebagai teladan dalam kesabaran dalam menghadapi orang yang mendustakan dan menyakiti mereka.” (“Majmu’ul Fatawa”/15/hal. 178-179).
Cara yang kedua: memperbanyak dzikir pada Alloh, mengingat kebesaran-Nya, kasih sayang-Nya, pemeliharaan-Nya dan kebaikan-Nya. Dan sebagainya. Dengan ini kita semakin percaya pada-Nya, dan merasakan kebersamaan-Nya dengan pertolongan dan bimbingan-Nya, sehingga senang dengan-Nya dan sabar menghadapi godaan para musuh-Nya. Alloh ta’ala berfirman:
{ فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى } [طه: 130]
“Maka bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Robbmu sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, dan di ujung malam maka bertasbihlah dan di tepi-tepi siang juga agar engkau ridho.”
Al Imam As Sa’diy berkata dalam tafsir ayat ini: “Oleh karena itu Alloh memerintahkan Rosul-Nya untuk bersabar terhadap gangguan ucapan mereka, dan Alloh memerintah beliau untuk mencari ganti dari gangguan itu dan memohon pertolongan untuk menghadapinya dengan tasbih dengan pujian untuk Robbnya, di waktu-waktu utama itu: sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, di tepi-tepi siang, awalnya dan akhirnya, ini adalah lafazh yang umum setelah lafazh khusus, juga di waktu-waktu malam, semoga engkau jika mengerjakan itu engkau akan ridho dengan apa yang diberikan oleh Robbmu, yang berupa pahala dunia dan akhirat, dan agar menjadi tenanglah hatimu, dan sejuklah pandangan matamu dengan beribadah pada Robbmu, dan engkau terhibur dengan itu dari gangguan mereka, sehingga menjadi ringanlah bagimu ketika itu beban kesabaran.” (“Taisirul Karimir Rohman”/hal. 516).
Cara yang ketiga: merenungkan Al Qur’an yang berbicara tentang tingginya nilai kesabaran.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Bahwasanya Alloh Yang Mahasuci menyebutkan kesabaran di dalam kitab-Nya di sekitar sembilan puluh tempat. Terkadang memerintahkan untuk bersabar, terkadang memuji para penyabar, terkadang memerintahkan Nabi-Nya untuk memberikan kabar gembira pada para penyabar, terkadang menjadikan kesabaran sebagai syarat dihasilkannya pertolongan dan kecukupan, terkadang Alloh mengabarkan bahwasanya diri-Nya bersama para penyabar, dan memuji orang-orang pilihan-Nya dengan sifat kesabaran, dan mereka adalah para Nabi-Nya dan Rosul-Nya, -lalu menyebutkan banyak ayat, lalu beliau berkata:- dan ini menunjukkan bahwasanya kesabaran itu termasuk posisi keimanan yang paling agung, dan bahwasanya orang yang paling khusus dengan Alloh dan paling utama di sisi-Nya adalah orang yang paling keras menegakkan dan merealisasi kesabaran, dan bahwasanya para ulama itu lebih butuh pada kesabaran daripada orang-orang awwam.” (“Thoriqul Hijrotain”/hal. 400).
Cara keempat: jangan sering melihat ke orang-orang yang diberi kesenangan dunia. Alloh ta’ala berfirman:
{ وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى } [طه: 131]
“Dan janganlah engkau memanjangkan pandangan matamu kepada orang yang Kami beri kesenangan pasangan perhiasan dunia untuk Kami uji mereka. Dan rizqi Robbmu itu lebih baik dan lebih kekal.”
Al Qodhiy Abu Muhammad Ibnu Athiyyah رحمه الله berkata: “Yang nampak adalah bahwasanya ayat ini terkait dengan ayat yang sebelumnya. Yang demikian itu adalah dikarenakan Alloh ta’ala mencerca mereka karena tidak mau mengambil pelajaran dari kejadian umat-umat terdahulu. Kemudian Alloh mengancam mereka dengan siksaan yang telah ditentukan waktunya. Lalu Alloh memerintahkan Nabi-Nya untuk memandang hina pola hidup mereka dan bersabar atas ucapan-ucapan mereka, serta berpaling dari harta-harta mereka dan kesenangan dunia yang ada pada mereka karena kesenangan tadi terbatas di sisi mereka dan akan membawa mereka kepada kehinaan. –sampai pada ucapan beliau:- kemudian Alloh mengabari Nabi-Nya bahwasanya kesenangan tadi adalah sebagai ujian dan cobaan Alloh terhadap mereka dan akan menjadi sebab balasan buruk terhadap mereka karena rusaknyapengelolaan mereka dalam kesenangan duniawi tadi. Dan rizqi Alloh ta’ala yang Dia halalkan untuk para hamba-Nya yang bertaqwa itu lebih baik dan lebih kekal.” (“Al Muharrorul Wajiz”/4/hal. 434).
Ini di antara cara agar menjadi orang yang bersabar. Lalu bagaimana cara agar menjadi orang yang yakin di atas jalan yang benar?
Syaikhul Islamرحمه الله berkata: “Adapun bagaimana keyakinan itu dihasilkan? Maka dengan tiga perkara: Yang pertama: dengan memperdalam perenungan terhadap Al Qur’an. Yang kedua: dengan memperdalam perenungan terhadap ayat-ayat yang Alloh adakan dalam jiwa dan ufuk yang menjelaskan bahwasanya Al Qur’an itu benar. Yang ketiga: dengan mengamalkan tuntutan dari ilmu.” (“Majmu’ul Fatawa”/3/hal. 330-331).

Matahari sudah hampir terbit, cahaya putih menyembul dari balik gunung-gunung Shon’a, dan menyebar ke langit yang biru bersih. Burung-burung nampak beterbangan di angkasa, kicauan tasbih mereka diselingi oleh kokok ayam jantan yang melengking saat melihat malaikat. Kaki gunung nampak indah dihiasi oleh lampi-lampu jalan dan perumahan yang masih menyala. Jalan raya ramai dengan deru mobil yang melesat cepat.
Kita cukupkan sampai di sini. Insya Alloh akan dilanjutkan dengan surat yang lain di masa yang akan datang.
والحمد لله رب العالمين.

Admin
Admin

Posts : 162
Join date : 2014-04-07

https://alilmu.forumotion.com

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum