AL-ILMU
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tujuh Kewajiban Mukmin 3

Go down

Tujuh Kewajiban Mukmin 3 Empty Tujuh Kewajiban Mukmin 3

Post by Admin Mon Apr 07, 2014 1:49 pm

Adapun orang yang telah diberi ilmu tapi tidak mau mengamalkannya, maka dia adalah orang bodoh, karena orang bodoh yang sejati adalah orang yang tidak tahu kebesaran Dzat Yang memberikan perintah tadi, tidak tahu agungnya manfaat perintah tadi, dan justru menyia-nyiakan sebab kemuliaannya itu.
Bukankah dia telah mendengar bahwasanya Alloh berfirman:
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ [النحل/97]
“Barangsiapa beramal sholih baik dia itu lelaki ataupun perempuan dalam keadaan dia itu mukmin, pastilah Kami akan memberinya kehidupan yang bagus, dan pastilah Kami akan membalasi mereka pahala mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang dulu mereka lakukan.”
Al Imam Sufyan bin ‘Uyainah رحمه الله berkata: “Orang yang paling bodoh adalah orang yang meninggalkan apa yang diketahuinya. Orang yang paling berilmu adalah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya. Orang yang paling utama adalah orang yang paling khusyu’ pada Alloh.” (“Muqoddimah Sunan Ad Darimiy”/no. 343/ dishohihkan oleh Syaikhuna Yahya Al Hajuriy dalam “Al ‘Urful Wardiy” hal. 159/cet. Darul Atsar).

Bab Kelima: Menjalankan Perintah Dengan Niat Ikhlas Dan Di Atas Jalur Yang Benar

Al Imam Muhammad bin Abdil Wahhab An Najdiy رحمه الله menyebutkan bahwasanya kewajiban yang kelima saat datangnya perintah adalah keikhlasan niat dan kebenaran cara yang ditempuh. Dua syarat ini adalah realisasi syahadatain:
أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله
“Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh.”
Syahadat yang pertama menuntut pemurnian niat ibadah untuk Alloh semata. Dan syahadat yang kedua menuntut kesetiaan pada bimbingan Rosululloh صلى الله عليه وسلم dalam beribadah.
Syarat yang pertama: keikhlasan niat

Kita wajib ikhlas untuk Alloh semata dalam beramal. Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا الله مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ﴾ [البينة: 5].
"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Alloh dalam keadaan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan condong dari kesyirikan kepada tauhid”
Dan Alloh Yang Mahasuci berfiman:
﴿قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ الله مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ * وَأُمِرْتُ لِأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ * قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ * قُلِ الله أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي * فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ﴾ [الزمر: 11 - 15].
“Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk beribadah pada Alloh dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya. Dan aku diperintahkan menjadi orang yang pertama masuk Islam (dari umat ini). Katakanlah: sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang besar jika aku mendurhakai Robbku. Katakanlah: Hanya Alloh saja yang aku sembah dalam keadaan aku memurnilah agamaku untuk-Nya. Maka sembahlah oleh kalian selain Dia semau kalian. Katakanlah: sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan keluarga mereka pada hari Kiamat. Ketahuilahyang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
Dari Ubaiyy bin Ka’b رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda:
«بشر هذه الأمة بالسناء والنصر والتمكين فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة نصيب».
“Berikanlah kabar gembira pada umat ini dengan cahaya, pertolongan, dan kekokohan. Maka barangsiapa beramal dari mereka dengan amalan akhirat tapi untuk mendapatkan dunia, dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad (21261)/shohih).
Syaikhul Islam رحمه الله : “Dan Alloh سبحانه وتعالى memerintahkan agar jangan ada yang disembah selain Dia, dan agar jangan ada agama kecuali untuk-Nya saja, dan agar loyalitas itu hanya karena Dia, dan permusuhan juga karena Dia. Dan agar jangan ada tawakkal selain kepada Dia, dan agar jangan ada yang dimintai pertolongan selain Dia. Maka seorang mukmin yang mengikuti para Rosul itu memerintahkan manusia dengan apa yang para Rosul memerintahkan mereka untuk itu, agar seluruh agama itu untuk Alloh, bukan untuk diri orang mukmin tadi. Dan jika ada seseorang selain dirinya memerintahkan yang semisal itu, dia mencintainya, menolongnya, dan senang dengan adanya perkara yang dicarinya. Dan jika dia berbuat baik pada manusia, maka hanyalah dia itu berbuat baik pada mereka dalam rangka mencari wajah Robb-Nya Yang Mahatinggi, dan dia mengetahui bahwasanya Alloh telah memberikan karunia padanya dengan menjadikannya sebagai orang yang berbuat baik, dan tidak menjadikannya sebagai orang yang berbuat jelek, maka dia memandang bahwasanya amalannya itu adalah untuk Alloh, dan bahwasanya dia itu adalah dengan pertolongan Alloh. Dan ini disebutkan di surat Al Fatihah, yang kami sebutkan bahwasanya seluruh makhluk butuh kepada surat Al Fatihah lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada sesuatu apapun.
Oleh karena itu diwajibkan pada mereka untuk membacanya di setiap sholat sholat, bukan surat-surat yang lain, dan tidak diturunkan dalam Tauroh ataupun dalam Injil, ataupun dalam Zabur, ataupun dalam Al Qur’an yang semisal dengan Al Fatihah, karena sesungguhnya di dalamnya:
﴿إياك نعبد وإياك نستعين﴾
“Hanya kepada-Mu sajalah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu sajalah kami mohon pertolongan”
Maka seorang mukmin itu melihat bahwasanya amalannya itu untuk Alloh, karena dia hanya kepada-Nya beribadah, maka dia tidak meminta balasan ataupun syukur kepada orang yang dia berbuat baik padanya karena dia hanyalah beramal untuk Alloh, sebagaimana orang-orang yang berbakti berkata:
﴿إنما نطعمكم لوجه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا﴾ [ الإنسان : 9 ] ،
“Hanyalah kami memberi kalian makanan untuk mendapatkan wajah Alloh, kami tidak ingin dari kalian balasan ataupun syukur.”
Dan tidak mann (menyebut-nyebut pemberian) kepadanya atau adza (menyakiti orang yang diberi), karena sesungguhnya dia telah mengetahui bahwasanya Alloh itulah Yang memberikan karunia kepadanya, karena Dialah yang membikinnya beramal dalam kebaikan, dan bahwasanya karunia adalah milik Alloh kepadanya, dan kepada orang tadi. Maka dia wajib bersyukur pada Alloh karena memudahkannya untuk jalan yang mudah (ke setiap kebaikan). Dan orang yang diberi harus bersyukur pada Alloh karena Alloh memudahkan untuknya orang yang memberikan padanya sesuatu yang bermanfaat untuknya yang berupa rizqi atau ilmu atau pertolongan, atau yang lain.
Dan di antara manusia ada orang yang berbuat baik pada orang lain untuk menyebut-nyebut pemberian padanya, atau menginginkan perbuatan baik tadi agar orang taat kepadanya atau mengagungkannya, atau demi manfaat yang lain, dan terkadang dia menyebutkan jasa kepadanya seraya berkata: “Aku telah berbuat ini dan itu untukmu,” maka orang ini tidak menyembah Alloh dan tidak minta tolong pada-Nya, tidak beramal untuk Alloh, dan tidak beramal dengan minta tolong pada Alloh. Maka orang ini adalah pelaku riya. Dan Alloh telah membatalkan shodaqoh pelaku mann dan shodaqoh pelaku riya. Alloh ta’ala berfirman:
﴿يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس ولا يؤمن بالله واليوم الآخر فمثله كمثل صفوان عليه تراب فأصابه وابل فتركه صلدا لا يقدرون على شيء مما كسبوا والله لا يهدي القوم الكافرين ومثل الذين ينفقون أموالهم ابتغاء مرضات الله وتثبيتا من أنفسهم كمثل جنة بربوة أصابها وابل فآتت أكلها ضعفين فإن لم يصبها وابل فطل والله بما تعملون بصير﴾ [ البقرة : 264، 265 ] .
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi), seperti orang yang menginfaqkan hartanya karena ingin dilihat manusia dan dia tidak beriman pada Alloh dan Hari Akhir. Maka permisalannya adalah seperti batu halus yang di atasnya tanah, lalu dia tertimpa hujan deras, maka dia meninggalkan batu itu dalam keadaan keras dan kosong dari tanaman, mereka tidak berkuasa terhadap sedikitpun yang mereka kerjakan. Dan Alloh tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang kafir. Dan permisalan orang-orang yang menginfaqkan harta-harta mereka dalam rangka mencari ridho Alloh dan pengokohan dari hati mereka adalah seperti permisalan kebun yang ada di dataran tinggi yang terkena hujan deras, maka kebun tadi mendatangkan buahnya dua kali lipat. Maka jika kebun tadi tidak terkena hujan deras, maka cukuplah gerimis, dan Alloh Maha Melihat apa yang kalian lakukan.”
Qotadah berkata: ““Dan pengokohan dari hati mereka” yaitu mengharapkan pahala dari amalan diri mereka.” Asy Sya’biy berkata: “Keyakinan dan pembenaran dari diri mereka.” Demikian pula ucapan Al Kalbiy. Dikatakan: “Mereka mengeluarkan shodaqoh dengan suka rela dari diri mereka sendiri, berdasarkan keyakinan akan pahalanya, dan membenarkan janji Alloh, mereka mengetahui bahwasanya apa yang mereka keluarkan itu lebih baik daripada apa yang mereka tinggalkan.”
Aku katakan: “Jika si pemberi itu mengharapkan pahala dari sisi Alloh dan membenarkan janji Alloh kepadanya, mencari dari sisi Alloh, tidak dari orang yang diberinya, maka dia tidak mengungkit-ungkit pemberiannya kepadanya. Sebagaimana jika seseorang berkata pada yang lain: “Berikanlah makanan ini pada para budak, dan aku akan memberimu biayanya.” Dia tidak mengungkit-ungkit pemberiannya kepada para budak, terutama jika dia mengetahui bahwasanya Alloh telah memberikan nikmat padanya dengan pemberian.”
(selesai dari “Majmu’ul Fatawa”/14/hal. 329-331).
Dan dari Sulaiman bin Yasar yang berkata: “Orang-orang telah berpencar meninggalkan Abu Huroiroh. Maka Natil, dari penduduk Syam, berkata: “Wahai Syaikh, berilah kami hadits yang Anda dengar dari Rosululloh صلى الله عليه وسلم . beliau menjawab: Baiklah, aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
« إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ: جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ: قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِي فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ الله عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا. قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ».
"Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan urusannya pada hari kiamat adalah orang yang dianggap mati syahid. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya,"Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab,"Saya berperang di jalan-Mu sampai saya terbunuh syahid." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu berperang agar dikatakan sebagai "Pemberani", dan hal itu telah dikatakan.” Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka. Dan (yang kedua) adalah orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al Qur'an. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya,"Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab,"Saya mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan membaca Al Qur'an untuk-Mu." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu belajar agar dikatakan sebagai "Alim", dan membaca Al Qur'an agar dikatakan "Dia adalah Qori'", dan hal itu telah dikatakan.” Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka. Dan (yang ketiga) adalah orang yang dikaruniai Alloh keluasan rizqi dan diberi-Nya beraneka macam harta semuanya. Maka dia didatangkan dan diperlihatkan padanya nikmat-nikmat yang diberikan, dan diapun mengenalnya. Maka dia ditanya,"Apa yang kau kerjakan dengan nikmat tadi?" Dia menjawab,"Tidaklah saya tinggalkan satu jalanpun yang Engkau sukai untuk diinfaqi di situ untuk-Mu." Alloh berfirman: "Kamu bohong. Tapi kamu lakukan itu agar dikatakan sebagai "Dermawan", dan hal itu telah dikatakan.” Maka diperintahkan agar dia diseret, maka diseretlah dia di atas mukanya sampai dilemparkan ke dalam neraka." (HSR Muslim (1906)).

Syarat yang kedua: mengikuti jalan dan bimbingan Rosululloh صلى الله عليه وسلم

Alloh ta'ala berfirman:
﴿الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾ [الأعراف: 157].
"Yaitu orang-orang yang mengikuti Sang Rosul Nabi yang ummi (tak bisa baca tulis) yang mereka dapati beliau tertulis di sisi mereka di dalam Taurot dan Injil, beliau memerintahkan mereka dengan yang ma'ruf dan melarang mereka dari yang munkar, menghalalkan makanan yang baik-baik, mengharomkan makanan yang buruk-buruk, dan menghilangkan dari mereka beban berat mereka dan belenggu-belenggu yang dulu ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman pada beliau, memuliakan beliau, menolong beliau dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau, mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Al Imam As Sa'diy رحمه الله berkata: "Maka orang-orang yang beriman pada beliau, memuliakan beliau" yaitu: mengagungkan dan memuliakan beliau "menolong beliau dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau" yaitu Al Qur'an yang digunakan untuk menerangi dalam kegelapan keraguan dan kebodohan, dan diteladani jika ucapan-ucapan saling bertabrakan, "mereka itulah orang-orang yang beruntung" orang-orang yang mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat, yang selamat dari kejelekan keduanya, karena mereka mendatangkan sebab keberuntungan yang terbesar. Adapun orang yang tidak beriman pada Nabi yang ummi ini, tidak memuliakan beliau, tidak menolong beliau dan tidak mengikuti cahaya yang diturunkan bersama beliau, mereka itulah orang-orang yang merugi." ("Taisirul Karimir Rohman"/hal. 305).
Al ‘Irbadh bin Sariyah رضي الله عنه berkata:
صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم، ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة، ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودّع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: «أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبداً حبشيّاً، فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيراً فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضّوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة».
Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah mengimami kami sholat pada suatu hari, kemudian beliau menghadapkan wajah pada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang tajam, yang dengannya air mata berlinang, dan hati merasa takut. Maka seseorang berkata: “Wahai Rosululloh, seakan-akan ini adalah nasihat orang yang hendak berpisah, maka apakah perjanjian yang Anda ambil dari kami?” maka beliau bersabda: “Kuwasiatkan kalian untuk bertaqwa pada Alloh, dan mendengar dan taat kepada pemerintah, sekalipun dia itu adalah budak Habasyah, karena orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku dan sunnah Al Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang teguhlah dia dan gigitlah dia dengan geraham kalian. Dan hindarilah setiap perkara yang muhdats karena yang muhdats itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Abu Dawud (4594) dan lainnya dihasankah oleh Al Wadi’iy -rohimahullohu- dalam “Ash Shohihul Musnad” (921)).
Dan dari ‘Aisyah رضي الله عنها yang berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
«مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ ».
“Barangsiapa membikin dalam urusan agama kami perkara yang tidak ada dalam agama kami, maka dia itu tertolak.” (HR. Al Bukhoriy (2697) dan Muslim (1718)).
Maka syarat diterimanya amalan setelah keikhlasan adalah kesesuaian dengan syariat Rosululloh صلى الله عليه وسلم . Inilah kandungan dalil-dalil di atas. Dan ini pula makna firman Alloh ta’ala:
{ بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ} [البقرة: 112]
“Bahkan orang yang memasrahkan wajahnya untuk Alloh dalam keadaan dia berbuat ihsan, maka dia akan mendapatkan pahalanya di sisi Robbnya, dan mereka tidak akan tertimpa ketakutan dan tidak pula bersedih hati.”
Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Dan kedua sifat ini –yaitu menyerahkan wajah pada Alloh, dan berbuat ihsan- keduanya adalah dua dasar yang terdahulu. Keduanya adalah: keharusan untuk memurnikan amal untuk Alloh, dan keharusan agar amalan itu benar, yaitu mencocoki sunnah dan syariat.” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 175).

Bab Keenam: Menghindari Perkara Yang Bisa Menggugurkan Amalan

Kewajiban yang keenam terkait dengan perintah Alloh adalah: berhati-hati dan menghindarkan diri dari berbuat sesuatu yang bisa menggugurkan amalan tadi. Alloh ta’ala berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ } [محمد: 33]
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul, dan janganlah kalian membatalkan amalan-amalan kalian.”
Al Imam Ibnu Jarir Ath Thobariy رحمه الله berkata: “Alloh Yang tinggi penyebutan-Nya berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman” kepada Alloh dan Rosul-Nya, “taatilah Alloh dan taatilah Rosul” dalam perintah dan larangan keduanya. “dan janganlah kalian membatalkan amalan-amalan kalian” Alloh berfirman: dan janganlah kalian pahala amal kalian dengan kedurhakaan kalian kepada keduanya, dan dengan kekufuran kalian, karena sesungguhnya kekufuran pada Alloh itu membatalkan amal sholih yang telah lalu.” (“Jami’ul Bayan”/22/hal. 187).
Iya, sebagian kedurhakaan bisa menggugurkan pahala amal sholih, sebagiannya tidak disadari oleh pelakunya karena bodoh dan tidak mau mempelajarinya, dan sebagian disadarinya akan tetapi hawa nafsunya menyeretnya untuk tetap melakukan penggugur amalan tadi.
Maka semangat untuk menguatkan bashiroh dan tekad baja untuk menjaga amalan tadi amat dibutuhkan oleh seorang hamba sebelum dia mengalami hari kerugian dan penyesalan.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Sang hamba di sini butuh pada kesabaran dalam tiga kondisi, yang pertama: sebelum mulai amalan, dengan perbaikan niat dan keikhlasan, dan menjauhi seruan-seruan riya dan sum’ah, dan bertekad untuk menunaikan hak dari apa yang diperintahkan.
Kondisi kedua: kesabaran ketika sedang beramal, maka sang hamba senantiasa bersabar menghadapi panggilan-panggilan untuk bersikap kurang dalam beramal, dan juga menekuni kesabaran untuk selalu mengingat niat dan hadirnya hati di hadapan Yang disembah, dan tidak melupakan-Nya dalam perintah-Nya. Maka bukanlah yang penting itu sekedar pelaksanaan perintah, akan tetapi yang terpenting adalah bahwasanya Dzat Yang memerintah tadi tidak dilupakan ketika di tengah pelaksanaannya, bahkan Dia selalu diingat di dalam perintah-Nya. Maka ini adalah ibadah para hamba yang ikhlas untuk Alloh. Maka dia butuh pada kesabaran untuk memenuhi hak ibadah dengan melaksanakannya dan memenuhi rukun-rukunnya, kewajibannya dan sunnahnya, dan butuh pada kesabaran untuk selalu mengingat Dzat Yang disembah di dalam amalan tadi, dan tidak disibukkan dari-Nya dengan ibadah kepada-Nya, maka dia tidak meninggalkan tegaknya ibadah dengan anggota badannya dengan kehadiran hatinya bersama Alloh, dan dia tidak meninggalkan kehadiran hatinya bersama Alloh di hadapan Alloh dengan tegaknya ibadah dengan anggota badannya.
Kondisi ketiga: kesabaran setelah selesai beramal. Dan yang demikian itu adalah dari beberapa sisi:
Yang pertama: dia menyabarkan jiwanya jangan sampai mendatangkan perkara yang membatalkan amalannya. Alloh ta’ala berfirman:
﴿يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى﴾
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi),”
Maka bukanlah yang penting itu dia mendatangkan ketaatan, tapi yang penting itu adalah dia menjaga ketaatannya tadi dari perkara yang bisa membatalkannya.
Yang kedua: sabar dari riya, ujub, sombong dan merasa agung dengan amalan tadi, karena yang demikian itu lebih berbahaya terhadapnya daripada kebanyakan maksiat yang nampak.
Yang ketiga: bersabar jangan sampai memindahkan ketaatannya tadi dari dewan amalan rahasia ke dewan amalan terang-terangan, karena ada seorang hamba yang beramal dengan amalan rahasia antara dirinya dengan Alloh سبحانه maka amalannya dicatat dalam dewan amalan rahasia. Jika dia membicarakannya, maka akan dipindah ke dewan amalan terang-terangan. Maka janganlah dikira bahwasanya hamparan kesabaran itu telah digulung dengan selesainya amalan.
(selesai dari “Idatush Shobirin”/104-105/Daru Ibnil Jauziy).
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله juga berkata: “Dan pembatal-pembatal amalan dan perusaknya itu terlalu banyak untuk dibatasi. Dan bukanlah yang paling penting itu dia beramal, akan tetapi yang paling penting adalah menjaga amalan dari perkara yang merusaknya dan menggugurkannya.
Maka riya itu meskipun kecil sekali akan membatal amalan. Dan ini banyak sekali pintunya, tidak terbatasi. Amalan yang tidak diikat dengan mengikuti sunnah juga mengharuskan gugurnya amalan karena dia itu batil.
Menyebut-nyebut jasa pada Alloh ta’ala dengan hatinya juga bisa merusa amalan. Begitu pula menyebut-nyebut jasa bahwasanya dia telah bershodaqoh, berbuat kebaikan, kebajikan, ihsan dan silaturrohim bisa menggugurkan amalan, sebagaimana firman Alloh سبحانه وتعالى :
{ يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى }
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan shodaqoh-shodaqoh kalian dengan mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (menyakiti orang yang diberi).” (QS. Al Baqoroh: 265).
Dan mayoritas orang tidak tahu tentang kejelekan-kejelekan yang menggugurkan kebaikan. Alloh ta’ala berfirman:
﴿يا أيها الذين آمنوا لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم وأنتم لا تشعرون﴾
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari."
Maka Alloh memperingatkan mukminin dari gugurnya amalan mereka dengan sebab bersuara keras pada Rosululloh صلى الله عليه وسلم sebagaimana kerasnya suara sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Dan ini bukanlah kemurtadan, tapi ini adalah maksiat yang menggugurkan amalan sedangkan pelakunya tidak menyadarinya. Maka apa dugaan bagi orang yang mendahulukan ucapan orang lain, jalan orang lain dan metode orang lain di atas ucapan Rosululloh صلى الله عليه وسلم, jalan dan metode beliau? Bukan orang ini telah menggugurkan amalannya dalam keadaan dia tidak menyadarinya?
Dan termasuk dari bab ini adalah sabda beliau صلى الله عليه وسلم :
[ من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله ]
“Barangsiapa meninggalkan sholat Ashr maka sungguh amalannya gugur.” (HR. Al Bukhary(553))


Admin
Admin

Posts : 162
Join date : 2014-04-07

https://alilmu.forumotion.com

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum